Friday, April 10, 2015

terapilistrik

JAKARTA, KOMPAS.com - Dari mulut ke mulut,
terapi rel listrik di dekat Stasiun Rawabuaya kian
menarik perhatian banyak orang. Setiap hari ada
saja orang baru yang mulai merebahkan dirinya di
rel kereta sebagai salah satu cara yang konon bisa
menyembuhkan penyakit.
Santi (40), warga Poris, kota Tangerang,
menuturkan ia tahu ada terapi rel listrik melalui
tetangganya yang sudah terkena stroke terlebih
dulu. "Dia bilang nggak sengaja rebahan di rel, saat
sakit langsung terasa enak," ungkap Santi, Rabu
(20/7/2011), saat dijumpai di Stasiun Rawabuaya,
Jakarta Barat.
Ia juga meyakini, tetangganya yang dipanggil
dengan "Om" itulah yang mempelopori terapi rel
listrik. "Dia yang mulai. Namanya saya nggak tahu.
Hanya dipanggil Om. Kapannya juga saya kurang
tahu," ucap perempuan yang bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini.
Lain lagi cerita Neneng (50). Menurut Neneng, dari
cerita yang ia dapat, terapi rel listrik ini bermula dari
kisah orang depresi yang hendak bunuh diri. "Dia
tadinya mau bunuh diri karena sulit jalan dengan
rebahan di atas rel. Begitu kereta datang, dia tiba-
tiba takut dan bisa berdiri dan berjalan baik," tutur
Neneng.
Namun, saat ditanyakan kapan dimulainya terapi ini,
Neneng pun tak tahu. Neneng sendiri sudah
mengikuti terapi rel listrik selama satu tahun. Ia juga
mengaku tahu terapi itu dari tetangganya.
Hingga kini, asal muasal aktivitas merebahkan diri
di rel kereta Rawabuaya yang diyakini bisa
menyembuhkan berbagai macam penyakit itu masih
misterius. Banyak cerita yang simpang siur dan
tidak jelas kebenarannya, termasuk dengan khasiat
medis yang ditimbulkan terapi ini.

terapilistrik

JAKARTA, KOMPAS.com - Dari mulut ke mulut,
terapi rel listrik di dekat Stasiun Rawabuaya kian
menarik perhatian banyak orang. Setiap hari ada
saja orang baru yang mulai merebahkan dirinya di
rel kereta sebagai salah satu cara yang konon bisa
menyembuhkan penyakit.
Santi (40), warga Poris, kota Tangerang,
menuturkan ia tahu ada terapi rel listrik melalui
tetangganya yang sudah terkena stroke terlebih
dulu. "Dia bilang nggak sengaja rebahan di rel, saat
sakit langsung terasa enak," ungkap Santi, Rabu
(20/7/2011), saat dijumpai di Stasiun Rawabuaya,
Jakarta Barat.
Ia juga meyakini, tetangganya yang dipanggil
dengan "Om" itulah yang mempelopori terapi rel
listrik. "Dia yang mulai. Namanya saya nggak tahu.
Hanya dipanggil Om. Kapannya juga saya kurang
tahu," ucap perempuan yang bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini.
Lain lagi cerita Neneng (50). Menurut Neneng, dari
cerita yang ia dapat, terapi rel listrik ini bermula dari
kisah orang depresi yang hendak bunuh diri. "Dia
tadinya mau bunuh diri karena sulit jalan dengan
rebahan di atas rel. Begitu kereta datang, dia tiba-
tiba takut dan bisa berdiri dan berjalan baik," tutur
Neneng.
Namun, saat ditanyakan kapan dimulainya terapi ini,
Neneng pun tak tahu. Neneng sendiri sudah
mengikuti terapi rel listrik selama satu tahun. Ia juga
mengaku tahu terapi itu dari tetangganya.
Hingga kini, asal muasal aktivitas merebahkan diri
di rel kereta Rawabuaya yang diyakini bisa
menyembuhkan berbagai macam penyakit itu masih
misterius. Banyak cerita yang simpang siur dan
tidak jelas kebenarannya, termasuk dengan khasiat
medis yang ditimbulkan terapi ini.